Pada tanggal 6 Oktober 2023, polisi telah melakukan penangkapan terhadap 12 aktivis lingkungan dari Greenpeace yang menggelar kampanye monster oligarki di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat. Mereka ditangkap karena memasukkan alat peraga demo ke dalam kolam Bundaran HI, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Polres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Komarudin. Aksi ini merupakan bagian dari kampanye Greenpeace untuk menegaskan pentingnya pilihan pemimpin yang tidak terikat oleh agenda-agenda oligarki.
Greenpeace merupakan sebuah organisasi internasional yang berdedikasi untuk kampanye perlindungan lingkungan secara global, yang berkantor pusat di Amsterdam, Belanda. Mereka memiliki dukungan sebanyak 2,8 juta anggota di seluruh penjuru dunia dan mengelola kantor regional di 41 negara berbeda. Selaku lembaga kampanye independen di bidang lingkungan global, Greenpeace mengadopsi pendekatan aksi konfrontatif, kreatif, dan tanpa kekerasan untuk mengungkapkan dan mengatasi isu-isu lingkungan serta mendorong terwujudnya solusi-solusi menuju masa depan yang lebih hijau dan damai.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Greenpeace Kampanye Monster Oligarki
Dengan visi yang luas, Greenpeace berkomitmen untuk menjaga kelestarian bumi yang semakin rapuh ini agar tetap mampu memberikan kehidupan bagi semua makhluk. Melalui kampanye-kampanye yang mereka lakukan, Greenpeace berusaha untuk menghentikan dan menentang praktik-praktik perusahaan yang merugikan lingkungan, serta menyediakan alternatif solusi untuk mengatasi degradasi lingkungan yang terjadi. Di samping itu, Greenpeace juga menfokuskan upayanya dalam mengkampanyekan isu-isu yang dianggap paling mendesak dan sesuai dengan prioritas di setiap negara tempat mereka beroperasi. Termasuk isu oligarki yang menjadi permasalahan di Indonesia.
Dalam kampanye monster oligarki, aktivis Greenpeace membawa ornamen berbentuk gurita raksasa yang mencuatkan kata “oligarki”. Ornamen besar ini kemudian dimasukkan ke dalam kolam Bundaran HI. Tak hanya itu, manekin dengan wajah tiga bakal capres, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, juga ditempatkan dengan muka tertutup topeng dan dililit oleh kaki gurita monster oligarki. Berdasarkan video yang diunggah di akun Instagram @greenpeaceid, ornamen gurita merah dengan jelas terlihat berada di dalam kolam Bundaran HI, mencengkeram tiga manekin bertopeng.
Dalam kampanye monster oligarki ini, Greenpeace ingin menegaskan pentingnya para calon presiden dan calon wakil presiden untuk memiliki komitmen yang kuat dan tindakan nyata yang mengutamakan kepentingan rakyat, dan membebaskan diri dari agenda-agenda oligarki. Mereka percaya bahwa kekuatan rakyat dalam Pemilu 2024 akan mampu mengurangi pengaruh dan kekuasaan dari oligarki, serta menyelamatkan bumi dari dampak-dampak negatif akibat dominasi ekonomi-politik mereka.
Senior Forest Campaigner dari Greenpeace Southeast Asia, Asep Komarudin, menekankan bahwa aksi ini adalah bentuk protes terhadap sejumlah isu penting, terutama menjelang kampanye pemilu 2024. Isu-isu ini mencakup masalah lingkungan hidup, politik, dan kebijakan-kebijakan yang terkait. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengungkapkan hal ini. Ia juga berpendapat bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai merasakan dampak negatif dari kekuatan ekonomi-politik yang dipegang oleh segelintir elit. Dalam konteks ini, Iqbal mendorong para calon presiden untuk merefleksikan komitmen tersebut melalui visi-misi yang mereka ajukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Tunjukkan komitmen tersebut melalui dokumen visi-misi yang diserahkan kepada KPU,”.
Selain itu, dalam kampanye monster oligarki tersebut, dua belas orang aktivis Greenpeace melakukan penyelaman di kolam Bundaran HI sambil membawa poster dengan pesan-pesan tegas seperti “Pilih Bumi, Bukan Oligarki”, “Vote for Climatez Not Oligarchy”, dan “Tercekik Polusi Udara, Tercekik Kabut Asap Karhutla”. Iqbal juga menegaskan bahwa publik atau masyarakat seharusnya memiliki keberanian untuk menuntut calon presiden, calon wakil presiden, calon kepala daerah, bahkan partai politik, agar melepaskan diri dari cengkeraman oligarki yang mengancam kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan hidup.
Aksi protes atau demonstrasi tersebut berlangsung pada pukul 05.00 WIB pagi. Namun, aksi ini akhirnya dibubarkan oleh pihak kepolisian. Pembubaran dilakukan di lokasi aksi menjelang pukul 06.30 WIB. Para aktivis Greenpeace kemudian dibawa oleh polisi ke Polsek Menteng. Menurut Kapolsek Menteng AKBP Irwandhy, mereka diamankan karena tidak memberitahukan aksinya sebelumnya dan karena lokasi aksi tidak sesuai dengan peraturan.
Greenpeace juga mengungkapkan bahwa Pemilu seringkali menjadi momentum bagi oligarki untuk memperkuat pengaruh dan kekuasaan mereka. Mereka menginvestasikan dana untuk mendukung para kandidat atau bahkan ikut maju dalam pemilu. Kepentingan oligarki juga tercermin dari pengesahan berbagai regulasi kontroversial, seperti revisi Undang-Undang KPK, UU Minerba, UU Mahkamah Konstitusi, dan UU Cipta Kerja. Kebijakan-kebijakan ini diduga menguntungkan para pengusaha
Kebijakan-kebijakan ini, menurut Greenpeace, termasuk dalam hal ekspor pasir laut, masuknya batu bara dan sawit dalam taksonomi hijau, serta proyek-proyek strategis nasional seperti food estate dan wisata premium Pulau Komodo. Greenpeace berpendapat bahwa penting bagi publik untuk menuntut para calon pemimpin dan partai politik untuk melepaskan diri dari cengkeraman oligarki demi kebaikan bersama dan perlindungan lingkungan hidup.
Dengan kampanye monster oligarki, Greenpeace berharap dapat membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahaya oligarki dan mendorong partisipasi aktif dalam Pemilu 2024. Mereka percaya bahwa melalui kekuatan rakyat, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.