Kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga menimbulkan dampak yang merugikan dan membingungkan terhadap integritas pelayanan kesehatan di tengah pandemi yang sedang melanda. Dengan tegas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan dugaan Korupsi APD Covid 19 yang menyebabkan kerugian keuangan negara yang mencapai angka ratusan miliar rupiah dalam konteks proyek tersebut.
Ali Fikri, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, membuka tirai lebih lanjut mengenai kompleksitas dugaan korupsi ini. Menurutnya, kasus ini tak sekadar merinci kerugian keuangan negara yang signifikan, tetapi juga melibatkan perbuatan melawan hukum yang secara nyata membawa dampak serius terhadap keuangan negara.
Korupsi APD Covid 19: Diperkirakan Mencapai Ratusan Miliar
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ali Fikri menyatakan kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/11/2023) bahwa dugaan kerugian negara sementara ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah dan kemungkinan besar akan terus berkembang.
Ali Fikri menegaskan bahwa sejumlah tersangka sudah ditetapkan dalam perkara ini. Ali Fikri menyatakan bahwa identitas para tersangka akan diungkapkan setelah penyidikan dianggap telah mencapai tingkat yang memadai. Keprihatinan mendalam disampaikan oleh KPK karena dana yang seharusnya digunakan untuk membiayai perlindungan keselamatan dan kesehatan masyarakat ternyata disalahgunakan melalui praktik-praktik korupsi.
Berlanjut dari itu, Ali Fikri mengajak masyarakat untuk terus memantau perkembangan perkara ini. Komitmen KPK untuk mengumumkan secara berkala perkembangan penyidikan menjadi upaya konkret dalam mewujudkan transparansi kepada publik, sebagai bentuk akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum. Ali juga mengingatkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam memberantas korupsi untuk menjaga keadilan dan integritas.
Korupsi APD Covid 19: Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) Telah Ditandatangani dan Terjadi Pada Masa Sebelum Menkes Budi Gunadi Sadikin Menjabat
Dengan tegas, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengonfirmasi bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah resmi ditandatangani. untuk mengawal proses penyelidikan dalam perkara dugaan korupsi yang terkait dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dalam pengumuman tersebut, Alex juga tidak hanya membenarkan adanya Sprindik tetapi juga menegaskan bahwa dalam konteks dugaan korupsi terkait pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19, pihak KPK telah menetapkan tersangka.
Alex memberikan konfirmasi kepada para wartawan pada Jumat (10/11/2023), bahwa sudah ada tersangka dalam kasus pengadaan Alat Pelindung Diri (APD), yang dibuktikan dengan penandatanganan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) oleh pihak KPK. Meskipun begitu, pendapat tersebut dihadapi dengan klarifikasi dari Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa kasus ini terjadi pada masa sebelum Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) menjabat.
Siti Nadia Tarmizi, dalam klarifikasinya, menunjukkan bahwa perkara yang tengah diselidiki oleh KPK melibatkan periode sebelum kepemimpinan Menteri Kesehatan yang sekarang. Hal ini menambah dimensi konteks historis dalam perkembangan kasus, memberikan gambaran waktu yang lebih spesifik untuk kejadian yang sedang diselidiki oleh lembaga antikorupsi.
Meskipun era Menteri Kesehatan sekarang bukanlah saat terjadinya dugaan korupsi APD Covid 19, pertanyaan mengenai keterlibatan pegawai atau pejabat Kemenkes dalam penyelidikan KPK masih belum sepenuhnya terjawab. Siti Nadia Tarmizi mengakui kurangnya informasi terkait keterangan yang diminta oleh KPK kepada pegawai atau pejabat Kemenkes. Klarifikasi ini membuka peluang untuk klarifikasi lebih lanjut dan pengungkapan fakta-fakta yang lebih rinci seiring berlanjutnya proses penyelidikan.
Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, menjelaskan bahwa kebijakan pimpinan KPK saat ini adalah tidak mengumumkan identitas tersangka secara gamblang ke publik. Identitas para tersangka baru akan diumumkan saat penahanan dilakukan, sejalan dengan kebijakan KPK untuk menjaga konstruksi lengkap perkara dan transparansi.
Korupsi APD Covid 19: 5 Orang Tersangka Dicegah Untuk Berpergian Ke Luar Negeri
KPK telah melakukan pencegahan terhadap lima orang yang terkait dengan kasus ini untuk tidak bepergian ke luar negeri. Ali Fikri menyebutkan bahwa pencegahan tersebut sudah dikomunikasikan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Kelima orang yang dicegah termasuk dua Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tiga pihak swasta.
Tiga dari lima nama tersebut ternyata merupakan tersangka, yakni Budi Sylvana, Satrio Wibowo, dan Ahmad Taufik. Budi Sylvana, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes. Walaupun Ali Fikri tidak bersedia mengungkapkan identitas lima orang yang dicegah untuk bepergian ke luar negeri, informasi yang dikumpulkan mengindikasikan bahwa inisial BS (PNS), H (PNS), SW (swasta), AT (swasta), dan AIY (advokat) terlibat dalam kasus ini.
Ali Fikri juga mengulas mengenai nilai proyek pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) yang mencapai angka Rp3,3 triliun untuk lima set APD. Hasil penyidikan awal dari KPK menunjukkan adanya kerugian negara dari kasus ini, yang sementara ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), melalui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Siti Nadia Tarmizi, menyatakan bahwa kasus ini terjadi sebelum kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS). Kemenkes menunggu kelanjutan penyidikan dari KPK dan menegaskan akan mengikuti proses hukum yang berjalan.
Dengan demikian, perkembangan kasus korupsi APD Covid 19 akan terus menjadi sorotan masyarakat dan lembaga anti-korupsi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menangani kasus korupsi yang merugikan keuangan negara ini. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan keadilan dan penegakan hukum.