Kondisi Perang Rusia Ukraina masih belum juga mereda. Justru belakangan dikabarkan bahwa kondisi kedua negara tersebut semakin memanas dan masih terus adu nuklir. Belum ada satu pihak pun yang mau mengalah dalam peperangan yang sudah memakan banyak nyawa ini. Bahkan dampak yang ditimbulkan oleh peperangan antara kedua belah negara juga tidak sedikit. Ada banyak negara yang sudah merasakan dampak buruk dari peperangan antara Rusia dan juga Ukraina. Salah satunya yang paling terasa adalah dampak pangan yang kian menukik. Kedua negara yang masih terus bersikukuh untuk melakukan peperangan sepertinya akan menimbulkan “kiamat pangan” bagi sejumlah besar negara. Tak bisa ditepis bahwa kondisi peperangan memang begitu luas mengingat Rusia Ukraina memang memegang peran penting dalam perputaran ekonomi.
Rudal Nuklir Baru Siap Dikerahkan Putin Dalam Perang Rusia Ukraina Yang Memanas
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Belum lama ini Rusia telah mengumumkan sistem senjata nuklir terbaru miliknya, rudal balistik antarbenua Samat yang telah beroperasi sekarang ini dan siap untuk diluncurkan dalam Perang Rusia Ukraina. Rudal nuklir terbaru milik Rusia sebenarnya akan dioperasikan pada tahun 2022 kemarin, tapi ditunda. Rudal Sama tersebut akan bertugas menggantikan Voevpoda era Uni Soviet, yang diklaim NATO sebagai SS-18 Setan, sementara Rudal Samat dijuluki sebagai Setan II.
Menurut Putin, pada April kemarin rudal Samat mampu membawa banyak hulu ledak nuklir sampai ke daratan utama AS. Hal tersebut membuat berbagai pihak yang berupaya untuk mengancam Rusia berpikir ulang. Sama halnya dengan rudal sebelumnya, Proyek Pertahanan Rudal Pusat Studi Strategis dan International menilai bahwa rudal Sarmat akan membawa lebih dari 10 hulu ledak nuklir yang dibidikkan secara independen dengan jangkauan mencapai 18.000 km. Hans Kristensen selaku Direktur Proyek Informasi Nuklir pada Federasi Ilmuwan Amerika menyamakan rudal Sarmat hanya sebagai facelift dari rudal SS-18. Namun ia tak menampik bahwa kemungkinan ada beberapa peningkatan di baliknya. Ia juga memaparkan bahwa senjata tersebut dianggap unik dan mampu memperkuat potensi tempur Angkatan Bersenjata dan menjamin keamanan Rusia dari ancaman eksternal. Selain itu juga membuat pihak yang berupaya mengancam Rusia berpikir ulang, di tengah hiruk pikuk retorika agresif.
Kiamat Pangan Sebagai Dampak Perang Rusia Ukraina Yang Makin Memanas
Putin membuat ancaman untuk mundur dari Black Sea Grain Initiatives atau Perjanjian Biji Bijian Laut Hitam, yang menimbulkan kekhawatiran bagi semua umat manusia di bumi. Pasalnya ancaman tersebut berdampak pada kiamat pangan berkepanjangan di bumi. Sebagai dampak dari Perang Rusia Ukraina, data PBB menyebutkan ekspor makanan lewat koridor kemanusiaan maritim tersebut menukik turun dari puncak 4,2 juta metrik ton di bukan Oktober 2023 menjadi 1,3 juta metrik ton di bulan Mei 2023. Sebagai informasi bahwa Black Sea Grain Initiatives diberlakukan pertama kali pada Juli 2023 dan dilakukan pembaruan secara bertahap. Hal ini memungkinkan pengeksporan biji-bijian dari pelabuhan Laut Hitam tertentu selaras dengan memanasnya peperangan.
Dikutip dati data United Nation on Trade and Development atau UNCTAD, Rusia dan Ukraina merupakan lumbung panjang dunia. Sebelum terjadinya peperangan, ekspor biji-bijian Ukraina mencapai 4 juta ton per bulannya, dimana saat musim gugur mencapai 6 juta ton. Akan tetapi sekarang ini Ukraina hanya mengirim 1 sampai 1,5 juta ton saja setiap bulan.
Eropa Mendapatkan Petaka Baru Sebagai Dampak Peperangan Rusia Ukraina
Kemungkinan Rusia akan menutup salah satu pipa terakhir yang membawa gas Rusia ke Eropa di akhir tahun mendatang. Hal ini terjadi saat kontrak pasokan dengan Gazprom usai. Bagi sebagian besar negara di Eropa, hal ini jelas menjadi alarm, khususnya yang masih memperoleh gas Rusa di tengah tekanan geopolitik pasca serangan Moskow ke kawasan Kyiv. German Galushcenko selaku Menteri Energi Ukraina menjelaskan bahwa kemungkinan pembaruan kontrak transaksi 5 tahun tersebut amat tipis, kendati rute melewati Ukraina tersebut menyokong 5% dari total impor gas Eropa. Pada April silam, Raksasa gas Rusia Gazprom sudah memperingatkan bahwa kemampuan Eropa untuk mempertahankan stok gas yang cukup di musim dingin 2023/2023 mendatang tergantung dari permintaan Asia. Hal ini mengingat pasokan dari Rusia yang sangat rendah. Akibat ancaman Gazprom untuk melalui Ukraina, harga gas Eropa pun naik tahun kemarin. Kini jalur tersebut menjadi koridor gas Rusia-Eropa yang terakhir berfungsi.
Menyusutnya pasokan gas yang dikirimkan Rusia untuk Eropa pun membuat pihaknya harus berpikir ulang untuk mengganti pasokan utama mereka. Belakangan Benua Biru tengah mengincar beberapa negara untuk dijadikan sebagai pemasok gas. Negara yang kemungkinan akan menggantikan pasukan Rusia antara lain Qatar dan Azerbaijan. Tak bisa dipungkiri bahwa dampak Perang Rusia Ukraina memang tak sedikit melainkan mencakup banyak negara dan juga bidang. Sehingga penting untuk mencari solusi agar kedua negara tersebut tak semakin menekan kondisi global menjadi kian buruk.