Dalam waktu dekat, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kabar ini disampaikan oleh utusan Palestina di Moskow pada Senin, 9 Oktober 2023, malam. Duta Besar Palestina di Rusia, Abdel Hafiz Nofal, menyatakan, “Kami menunggu pernyataan resmi dari Kremlin, dari pihak Rusia, mengenai kapan kunjungan akan dilakukan.” Nofal juga menambahkan, “Telah dicapai kesepakatan bahwa Mr. Abbas akan datang ke Moskow.”
Meski demikian, belum ada keterangan resmi dari kedua negara mengenai tanggal pasti kunjungan Presiden Palestina. Hal ini terjadi di tengah perang Israel Palestina yang masih memanas. Nofal menyatakan, “Kami menantikan pernyataan resmi dari Kremlin, dari pihak Rusia, mengenai kapan kunjungan tersebut akan dilakukan.” Selanjutnya, ia menambahkan, “Kami telah mencapai kesepakatan bahwa Presiden Abbas akan datang ke Moskow.”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Presiden Palestina dan Presiden Rusia Berkomunikasi Setiap Hari
Dalam pernyataan terpisah, Nofal mengatakan kepada televisi Rusia bahwa kedua belah pihak telah berkomunikasi setiap hari. Selain itu, pada Senin, 9 Oktober 2023, Israel melakukan blokade total di Jalur Gaza sebagai respons terhadap serangan akhir pekan oleh kelompok Militan Hamas, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagai informasi tambahan, ini akan menjadi pertemuan pertama antara Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dan Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam satu tahun terakhir. Abbas terakhir kali mengunjungi Rusia dua tahun yang lalu, menurut media Rusia.
Rusia, yang memiliki hubungan dengan negara-negara Arab, Iran, dan Hamas, serta dengan Israel, mengutuk kekerasan yang terjadi di kedua belah pihak. Mereka juga menuduh Amerika Serikat mengabaikan kebutuhan akan kemerdekaan Palestina.
Pendapat Putin Mengenai Perang
Pada Selasa (10/10), Presiden Rusia Vladimir Putin menyuarakan pandangannya bahwa konflik Israel-Gaza menunjukkan kegagalan kebijakan Timur Tengah yang diterapkan oleh Washington. Putin menyebutkan bahwa pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka adalah kebutuhan mendesak. Putin menyatakan, “Saya pikir banyak orang akan setuju dengan saya bahwa ini contoh nyata kegagalan politik AS di Timur Tengah.” Dia menegaskan perlunya melaksanakan keputusan Dewan Keamanan PBB mengenai pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Putin juga menyoroti, “AS mencoba memonopoli pengaturan (konflik) tetapi, sayangnya, tidak sibuk mencari kompromi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.”
Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov juga menyuarakan pandangan serupa, menyatakan bahwa pembentukan negara Palestina adalah solusi paling dapat diandalkan untuk perdamaian di Israel.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, akan mengadakan pembicaraan di Kremlin pada hari Selasa dengan Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia Al-Sudani, untuk membahas masalah bilateral dan perkembangan situasi di Timur Tengah. Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi kesempatan bagi kedua negara untuk mendiskusikan perkembangan terkini di Timur Tengah, termasuk upaya perdamaian di antara Palestina dan Israel.
Pembicaraan di Kremlin sebelumnya telah mengindikasikan bahwa kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas ke Moskow sedang dalam persiapan, meskipun tanggal pastinya belum diumumkan. Moskow mengungkapkan kekhawatirannya atas kemungkinan campur tangan pihak asing dalam konflik tersebut setelah Amerika Serikat memindahkan kapal perangnya lebih dekat ke sekutunya, Israel.
Pemerintah Rusia memberikan tanggapan terkait pertempuran terbaru antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza, Palestina. Menurut Maria Zakharova, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Rusia melihat eskalasi konflik di Palestina sebagai hasil dari ketidakpatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. Zakharova menekankan pentingnya pendekatan politik dan diplomatik untuk mengatasi situasi terkini.
Menurut Zakharova, solusi untuk ini adalah melalui pembentukan proses negosiasi penuh mengenai perjanjian internasional yang mengatur pendirian negara Palestina merdeka dengan batas tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur sebagai ibu kota, yang hidup damai dan aman bersama Israel. Hal ini merujuk kepada media resmi Rusia, TASS.
Konflik Terjadi Karena Kesalahan Negara Barat
Rusia juga menilai eskalasi besar-besaran dalam konflik Palestina-Israel sebagai konsekuensi dari kesalahan Barat, yang terus-menerus memblokir beberapa resolusi PBB terkait Timur Tengah. “Kami melihat eskalasi situasi saat ini dalam skala besar sebagai manifestasi berbahaya dari lingkaran setan kekerasan. Hal ini adalah konsekuensi langsung dari ketidakpatuhan sistemik terhadap resolusi PBB dan Dewan Keamanannya, serta dari pemblokiran oleh pihak Barat terhadap kuartet mediator internasional Timur Tengah yang terdiri dari Rusia, AS, UE, dan PBB,” ungkapnya.
Zakharova menegaskan bahwa Moskow percaya bahwa langkah pertama yang harus diambil adalah memulai negosiasi segera antara Palestina dan Israel. Rusia mendesak kedua belah pihak untuk meninggalkan kekerasan dan segera mencapai gencatan senjata. “Kami menyerukan kepada pihak Palestina dan Israel untuk segera melakukan gencatan senjata, meninggalkan kekerasan, melakukan pengendalian diri dan, dengan bantuan komunitas internasional, memulai proses negosiasi yang bertujuan menciptakan perdamaian yang komprehensif, bertahan lama dan telah lama ditunggu-tunggu di Timur Tengah,” ucap Zakharova.
Dengan pertemuan antara Presiden Palestina, Abbas dan Presiden Putin yang semakin dekat, harapan akan terbukanya jalan menuju perdamaian di Timur Tengah semakin besar. Semoga dialog ini dapat membawa dampak positif bagi kedua belah pihak dan membantu mengakhiri konflik yang telah berlangsung terlalu lama.