Pada Sabtu, 14 Oktober 2023, Ketua Umum Partai Gerindra dan bakal calon presiden yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, diangkat sebagai anggota kehormatan relawan Pro Jokowi (Projo) di kediamannya di Jakarta. Keputusan ini menjadi titik penting dalam dinamika politik menjelang Pilpres 2024. Sebagai respons terhadap deklarasi tersebut, relawan pendukung Joko Widodo atau Projo secara resmi menyatakan Projo Dukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.
Ini adalah sebuah keputusan yang berlawanan dengan PDI Perjuangan yang telah memilih Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Meski begitu, PDIP tidak memandang sikap Projo yang mendukung Prabowo Subianto sebagai sesuatu yang negatif. Partai tersebut menganggap bahwa dukungan dari organisasi relawan merupakan hak demokratis dari setiap warga negara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tanggapan PDIP Soal Projo Dukung Prabowo
Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres PDIP, Ahmad Basarah, bahkan menegaskan bahwa keputusan Projo untuk mendukung Prabowo Subianto adalah hasil dari kesepakatan bersama anggotanya. Ia menekankan bahwa setiap organisasi relawan memiliki mekanisme internal untuk mengambil keputusan.
Namun, Ahmad Basarah juga memberikan klarifikasi bahwa Projo dukung Prabowo tidak dapat diartikan sebagai cerminan sikap Jokowi dalam Pilpres mendatang. Walau demikian, Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, telah mengakui bahwa keputusan ini merupakan arahan dari Jokowi.
Pandangan Ahmad Basarah berbeda secara signifikan dengan pandangan beberapa kader PDIP lainnya, termasuk Ketua Umum Relawan Prabowo Ganjar, Haposan Situmorang, yang dengan tegas menyebut Projo yang dipimpin oleh Budi Arie sebagai pengkhianat. Haposan memandang bahwa Projo awalnya adalah sebuah organisasi yang lahir dari PDIP dengan tujuan mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2014. Oleh karena itu, keputusan mereka untuk mendukung Prabowo Subianto dalam konteks saat ini dianggap sebagai suatu bentuk pengkhianatan terhadap partai yang membesarkan mereka.
Sunggul Hamonangan Sirait, selaku sekretaris dewan penasihat Projo Ganjar, turut melontarkan kecaman yang tajam terhadap aksi Projo dukung Prabowo yang dipimpin oleh Budi Arie. Baginya, seluruh kader dan simpatisan Projo yang berasal dari PDIP seharusnya bersatu mendukung Ganjar Pranowo, karena ia adalah calon presiden yang diusung oleh partai tersebut, dan hal ini dianggap sebagai bentuk kesetiaan terhadap PDIP.
Deddy Sitorus, seorang politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), memberikan tanggapan terhadap klaim yang dilontarkan oleh relawan Pro Jokowi (ProJo) yang menyebut bahwa deklarasi dukungan kepada calon presiden Prabowo Subianto tak lepas dari arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Deddy menyatakan bahwa Jokowi sebenarnya meminta relawannya untuk tidak terburu-buru dalam memberikan dukungan kepada sosok capres.
Apa Kepentingan Jokowi Hingga Projo Dukung Prabowo?
Bawono Kumoro dari Indikator Politik berpendapat bahwa Jokowi ingin mengirim pesan yang jelas kepada PDIP dan publik bahwa dia masih memegang kendali kuat serta memiliki dukungan politik yang signifikan di luar jangkauan partainya, terutama melalui kelompok relawan. Selain itu, Jokowi juga memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa jejak kepemimpinannya sebagai presiden akan diteruskan dengan baik.
Bawono menegaskan bahwa segala sesuatunya dapat terjadi, dan tidaklah tak mungkin bahwa Jokowi merasakan kendala dalam mengambil peran di dalam struktur internal PDIP untuk memastikan bahwa jika Ganjar terpilih sebagai presiden, maka kemajuan pembangunan yang telah berhasil dicapai selama dua periode pemerintahannya dapat berlanjut dengan baik.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Ujang Komaruddin memandang bahwa posisi Jokowi di dalam struktur PDIP belum cukup kokoh untuk menjamin keamanan masa depan politiknya. Inilah sebabnya mengapa Jokowi memerlukan dukungan politik yang dapat diandalkan setelah masa kepemimpinannya sebagai presiden berakhir. Namun, menurut Ujang, keyakinan akan hal tersebut tidak dapat diperoleh Jokowi dari internal PDIP.
Hal ini juga tampak dari sejumlah kasus di mana Jokowi dan PDIP seringkali berbeda pendapat. Contohnya adalah saat PDIP menolak wacana untuk memungkinkan Jokowi menjabat tiga periode, menolak Tim Israel dalam Piala Dunia U-20 yang mengakibatkan Indonesia gagal menjadi tuan rumah, serta tidak setuju dengan gugatan uji materi untuk menurunkan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Ujang menekankan bahwa Jokowi merasa tidak nyaman dan merasakan bahwa pengaruh dan kekuatannya dalam partai serta posisinya secara keseluruhan masih kurang kuat, sehingga dia ingin menjadi faktor penentu yang dapat mempengaruhi arah politik. Dia juga menyoroti bahwa ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai presiden, maka dia akan menghadapi tantangan besar dalam mencari basis politik yang solid.
Firman Noor dari BRIN menambahkan bahwa ada sejumlah faktor yang menjadikan Jokowi sulit untuk merangkul partainya sendiri yang telah berdiri dengan kuat di belakang Megawati. Sosok Megawati di PDIP dianggap sebagai figur yang tak tergantikan karena faktor keturunan dari Soekarno, serta perannya dalam melawan rezim Orde Baru dan mempertahankan integritas partainya yang sempat terpecah belah.
Firman menegaskan bahwa dalam banyak aspek, Jokowi belum dapat menyamai kontribusi dan pengaruh yang telah dimiliki oleh Megawati dalam PDIP. Dia menyatakan bahwa langkah Jokowi selanjutnya haruslah fokus pada mempertahankan kedudukannya di pusaran eksekutif, posisi yang mungkin dapat diperkuat untuk menjamin masa depan politiknya.
Terlepas dari berbagai pandangan dan reaksi yang muncul, deklarasi Projo Dukung Prabowo Subianto telah menciptakan dinamika baru dalam persaingan politik menjelang Pilpres 2024. Keputusan ini juga memperlihatkan kompleksitas dan dinamika internal di antara para pelaku politik di Indonesia.