Prediksi cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk minggu mendatang menunjukkan bahwa Pulau Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia akan menghadapi cuaca ekstrem. Prospek Cuaca Seminggu ke Depan Periode 10-16 November 2023 menunjukkan adanya potensi hujan lebat hingga cuaca yang ekstrem di beberapa wilayah, dan ini mengundang pertanyaan apakah efek El Nino memiliki peran dalam kondisi ini.
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua dan Papua Barat termasuk dalam wilayah yang kemungkinan akan mengalami hujan lebat, menurut laporan BMKG. Faktor-faktor atmosfer lokal dan global menjadi penentu dalam memprediksi cuaca yang ekstrem ini.
Faktor Atmosfer Global dan Lokal Penentu Prediksi Cuaca Ekstrem
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertama, aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuator diprakirakan akan meningkat di wilayah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku bagian selatan, Papua Barat, dan Papua dalam sepekan ke depan. Kedua, terpantau adanya gelombang atmosfer Kelvin di beberapa wilayah, mencakup Bengkulu, Riau, Sumatra Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara. Semua ini memberikan dukungan terhadap potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut.
Ketiga, sirkulasi siklonik terpantau di beberapa lokasi seperti Semenanjung Malaysia-Teluk Thailand, Laut Cina Selatan, dan Laut Sulu. Sirkulasi ini membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) yang memanjang dari Samudra Hindia barat Aceh hingga Selat Malaka, Kalimantan Utara, Teluk Thailand. Dari Laut Andaman hingga Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Laut Sulu dan Kalimantan Timur. Meskipun kondisi ini dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi tersebut, pertanyaannya adalah apakah efek El Nino juga berperan dalam prediksi cuaca ekstrem ini?
Menurut data BMKG per Kamis (9/11), penanda fenomena El Nino, seperti Southern Oscillation Index (SOI) dan NINO 3.4, tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. SOI bernilai -7,5 dan NINO 3.4 bernilai +1,64, yang dianggap tidak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia. Oleh karena itu, BMKG menyimpulkan bahwa fenomena El Nino pada tingkat moderat tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia.
Dalam konteks ini, indeks perbedaan suhu permukaan air laut (DMI) juga tidak menunjukkan adanya dampak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia, dengan nilai DMI saat ini berada di angka +1,55. Meskipun fenomena angin atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) terdeteksi aktif pada kuadran 3 yang mencakup Samudera Hindia, namun tidak mengindikasikan dampak signifikan untuk wilayah Indonesia.
Meski demikian, BMKG tetap mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem untuk seminggu ke depan. Untuk menjaga keselamatan dan kewaspadaan, masyarakat diharapkan untuk terus menerapkan kewaspadaan dan berhati-hati menghadapi potensi cuaca ekstrem. Beberapa potensi risiko termasuk kemungkinan terjadinya puting beliung, hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir, serta potensi hujan es.
Selain itu, dampak lain yang patut diwaspadai melibatkan risiko banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan air, hantaman angin kencang, tumbangnya pohon, serta kondisi jalan yang mungkin menjadi licin. Oleh karena itu, memahami dan mengantisipasi berbagai potensi bencana alam tersebut merupakan langkah penting dalam memitigasi risiko dan menjaga keselamatan diri dan lingkungan sekitar.
Peringatan ini mencakup wilayah-wilayah tertentu pada tanggal-tanggal tertentu, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Papua pada 10-11 November, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara pada 12-13 November, dan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Papua pada 14-16 November.
BMKG mencatat adanya sirkulasi siklonik yang terdeteksi di Selat Malaka. Keberadaan sirkulasi siklonik ini memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan awan hujan dan ketinggian gelombang laut di sekitarnya, selain itu terdapat juga pengamatan daerah konvergensi yang meluas di berbagai wilayah. Daerah-daerah ini mencakup Aceh, Sumatra Utara, Teluk Thailand, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Laut Sulu, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan perairan utara Papua.
Penting untuk dicatat bahwa keberadaan daerah konvergensi ini juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan, baik di sekitar sirkulasi siklonik maupun di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi tersebut. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kompleksitas pola cuaca ini menjadi kunci dalam upaya pemantauan dan pengelolaan risiko terkait potensi dampak cuaca yang ekstrem di wilayah-wilayah tersebut.
Dengan kondisi cuaca yang kompleks dan potensi cuaca yang ekstrem yang akan dihadapi, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi cuaca terkini yang disampaikan oleh BMKG. Langkah-langkah pencegahan dan persiapan perlu diambil untuk mengurangi risiko dampak buruk dari cuaca ekstrem yang mungkin terjadi.