Konflik antara Israel dan kelompok pejuang Hamas telah mengguncang dunia internasional. Dalam situasi yang semakin memanas, pernyataan dan sikap Rusia dalam konflik ini menjadi sorotan penting. Bagaimana dampak dukungan Negara Beruang Merah terhadap Palestina ini bisa memengaruhi stabilitas global? Apakah dunia menuju menuju perang dunia ketiga?
Pada Senin, 9 Oktober 2023, Ramzan Kadyrov, pemimpin wilayah Chechnya, membuat pernyataan yang memicu perdebatan di seluruh dunia. Ia menyatakan dukungan kuatnya terhadap rakyat Falastin, terutama mengingat pecahnya perang antara Israel dan kelompok Hamas. Pernyataan ini disampaikannya melalui akun Telegramnya, dan ini adalah langkah yang menarik perhatian dunia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Rusia Dukung Penuh Palestina Hadapi Israel
Kadyrov memohon kepada komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah menuju solusi damai dalam konflik ini. Ia mengajak para pemimpin negara-negara Muslim untuk membentuk koalisi dan mendesak Barat untuk tidak mengebom warga sipil dengan alasan menghancurkan militan. Dalam pernyataannya, Kadyrov secara tegas menyatakan dukungannya terhadap Falastin.
Namun, ia juga tidak lupa mengingatkan akan provokasi yang terjadi dari sekelompok warga Israel terhadap Umat Islam. Kadyrov menyarankan penghentian perang dan eskalasi situasi, serta siap mengirim unit pasukan penjaga perdamaian dari Republik Chechnya jika diperlukan.
Reaksi Ukraina terhadap Dukungan Negara Beruang Merah
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dengan tegas menuduh Negara Beruang Merah mendukung kelompok Hamas dalam konflik terbarunya melawan Israel. Zelensky menyatakan keprihatinannya terhadap masyarakat internasional yang tampaknya berpaling dari perang di Ukraina akibat tragedi yang menimpa Israel akibat serangan Hamas.
Ia mengingatkan bahwa perhatian internasional sangat diperlukan dalam menjaga persatuan dan stabilitas di Ukraina, dan menyoroti peran penting Amerika Serikat dalam hal ini. Dengan perang yang sedang terjadi di Israel dan Gaza, Zelensky merasa perhatian dunia berisiko bergeser dari Ukraina, yang dapat berdampak negatif bagi negaranya.
Konflik antara Israel dan Hamas mencapai puncak ketegangan setelah serangan roket dari Jalur Gaza ke wilayah Israel pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Sinyal alarm berbunyi terus menerus di berbagai wilayah di Israel, termasuk Tel Aviv dan sekitarnya. Sebagai tanggapan, Israel melancarkan operasi militer yang diberi nama “Pedang Besi.”
Serangan besar-besaran diluncurkan ke Jalur Gaza sebagai respons atas tembakan roket dari Falastin. Sayap gerakan Hamas mengklaim bahwa operasinya adalah respons terhadap aktivitas agresif Israel Terhadap salah satu situs paling suci dalam agama Islam, yakni Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem.
Militan Hamas menembakkan ribuan roket ke wilayah Israel, dan beberapa anggotanya bahkan berhasil masuk ke Israel, menculik sekitar 100 sandera. Lebih dari 1.000 orang tewas dan ribuan lainnya terluka dari kedua belah pihak. Konflik ini semakin memperkuat ketegangan dan menimbulkan keprihatinan di tingkat global.
Reaksi Dunia Terhadap Konflik Hamas
Konflik Israel-Hamas ini telah mengundang reaksi keras dari berbagai negara besar, termasuk Amerika Serikat (AS) dan China. Mereka memantau dengan cermat perkembangan ketegangan ini dan memberikan komentar terkait.
Amerika Serikat, sebagai salah satu negara dengan pengaruh besar di wilayah Timur Tengah, telah menyatakan keprihatinan serius atas eskalasi konflik ini. Pemerintah AS menyoroti pentingnya gencatan senjata dan dialog damai.
China juga turut memantau perkembangan konflik ini dan berharap agar semua pihak dapat bekerja sama mencari solusi yang adil dan damai. Konflik ini memperlihatkan kompleksitas geopolitik di Timur Tengah, dan stabilitas di kawasan ini memiliki dampak global yang signifikan.
Dalam menyikapi konflik Israel-Hamas, Negara Beruang Merah menganggap bahwa eskalasi konflik tersebut merupakan konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB. Negara Beruang Merah memandang bahwa solusi harus ditemukan melalui jalur politik dan diplomatik.
Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Negara Beruang Merah, Maria Zakharova, solusi terbaik adalah melalui pembentukan proses negosiasi penuh yang mengatur pembentukan negara Falastin merdeka dengan batasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, hidup dalam damai dan aman bersama Israel.
Negara Beruang Merah juga melihat eskalasi besar-besaran dalam konflik Falastin -Israel sebagai akibat dari kegagalan Barat dalam mendukung beberapa resolusi PBB yang berkaitan dengan Timur Tengah. Negara Beruang Merah memandang bahwa kesalahan sistemik ini telah menghasilkan lingkaran kekerasan yang sangat berbahaya.
Konflik antara Israel dan Hamas di Palestina telah menciptakan ketegangan yang mengancam stabilitas di Timur Tengah dan berdampak global. Dalam konteks ini, pernyataan dan tindakan Negara Beruang Merah yang mendukung Falastin menjadi perhatian penting. Rusia menegaskan pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur diplomatik dan politik, mengingat konsekuensi berbahaya dari eskalasi kekerasan.
Namun, peran Negara Beruang Merah dalam mendukung tanah jajahan Israel juga memicu reaksi dari pihak-pihak lain, seperti Ukraina yang menyatakan kekhawatiran atas dampak dukungan terhadap Hamas. Situasi ini semakin menegaskan bahwa stabilitas di Timur Tengah adalah kunci bagi stabilitas global, dan upaya diplomatik mendesak diperlukan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut yang dapat membawa dunia ke ambang perang dunia ketiga.