Hubungan antara Gibran Rakabuming Raka dan PDIP semakin memuncak setelah Gibran resmi diumumkan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Bahkan PDIP ke Gibran menganggap langkah ini sebagai tindakan membangkang dari pihak Gibran.
Pernyataan tegas ini datang dari Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, yang menegaskan bahwa seharusnya kader PDIP mematuhi arahan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. Namun, Gibran selaku kader PDIP memilih berpihak pada Cawapres Prabowo Subianto.
PDIP ke Gibran Ambil Sikap Cool
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Adi Prayitno, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno mengungkapkan bahwa pada awalnya, tindakan tersebut tampak menjadi bagian dari strategi komunikasi politik PDIP. Hal ini dilakukan agar PDIP tidak dianggap sebagai partai yang mudah terpengaruh emosi (baper) karena Gibran maju dalam pilpres bersama dengan Prabowo. Demikian yang disampaikan Adi Prayitno kepada wartawan pada Sabtu (28/10/2023).
Adi Prayitno menekankan bahwa meskipun seharusnya PDIP menunjukkan sikap tegas terhadap Gibran, namun keputusan ini dapat dianggap keliru. Terlebih lagi, dalam konteks tahun politik saat ini, tindakan ini bisa dimanfaatkan sebagai bentuk kezaliman. Ia juga menyoroti bahwa sebenarnya, jika jujur, PDIP tidak sepenuhnya puas dengan langkah Gibran.
Lebih lanjut, Adi Prayitno menjelaskan bahwa sikap PDIP ke Gibran memiliki keinginan untuk mempertahankan citra partai yang ‘cool’. Ia menambahkan bahwa mungkin saja PDIP tengah menerapkan kesabaran revolusioner ala Bung Karno. Bahkan di tengah situasi yang sulit dan pahit sekalipun, PDIP tetap berusaha untuk tetap tenang dan terkendali. Ini karena, apapun yang terjadi, baik Jokowi maupun Gibran adalah produk politik dari PDIP.
PDIP Ke Gibran: Membangkang dan Tidak Dianggap Kader
Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah menegaskan bahwa dalam hal berpartai, mereka memiliki aturan main tersendiri. Di sisi lain, dalam konteks bernegara, seluruh warga negara Indonesia diikat oleh kesepakatan-kesepakatan bangsa yang menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, demikian yang disampaikan Basarah seperti dilansir detikNews pada Sabtu (28/10/2023).
Sebagai seorang elit PDIP, Basarah menekankan bahwa seharusnya Gibran memahami anggaran dasar PDIP. Dan dengan majunya sebagai cawapres Prabowo, Gibran dianggap melakukan pembangkangan terhadap keputusan partai.
Basarah menjelaskan bahwa dalam konteks pemilu dan pilpres, kongres PDIP telah menetapkan memberikan mandat kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada Megawati adalah untuk memutuskan siapa bakal calon presiden dan cawapres yang akan diusulkan atau diusung oleh PDIP.
Masinton Pasaribu, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, juga menegaskan bahwa Gibran tidak lagi dianggap sebagai kader PDIP setelah mendaftar sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Menurutnya, kader yang tidak mematuhi keputusan partai tidak dapat lagi dianggap sebagai bagian dari PDIP.
Ia menjelaskan bahwa ketika partai sudah menetapkan calon presidennya, yaitu Pak Ganjar berpasangan dengan Prof Mahfud, maka siapa pun yang mencalonkan diri di luar keputusan partai dianggap bukan utusan partai. Lebih lanjut, mereka yang tidak mematuhi keputusan partai tersebut dianggap secara otomatis telah meninggalkan PDI Perjuangan, terutama jika mereka mencalonkan diri dari partai lain.
Meskipun hingga saat ini Gibran masih dianggap sebagai kader PDI, statusnya dalam partai belum jelas apakah akan dipertahankan atau tidak. Meski begitu, ia kini resmi menjadi bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto yang diusung oleh sejumlah partai politik.
Pandangan Sekjen PDIP ke Gibran, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden merupakan hasil dari tindakan politik yang tidak patuh terhadap partai dan didukung oleh rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, tindakan Gibran berseberangan dengan nilai-nilai kultural dan moralitas rakyat Indonesia.
Dalam penjelasannya, dia menyebut bahwa beberapa ketua umum partai politik telah mengakui bahwa ada yang merasa kartu truf-nya dipegang. Dia juga menyebut bahwa ada yang menganggap masa jabatannya hanya sementara, sementara yang lain merasa bahwa tekanan kekuasaan begitu kuat.
PDI menilai bahwa tindakan Gibran merupakan bentuk pembangkangan karena ia tidak mematuhi keputusan Ketum Megawati Soekarnoputri. Gibran justru memilih untuk maju bersama Prabowo Subianto dan bukannya mendukung keputusan tersebut.
Pandangan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran
Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, menghormati pandangan PDIP namun menegaskan bahwa niat baik Gibran adalah membangun Indonesia bersama Prabowo. Dengan memilih maju bersama Prabowo, pasangan Prabowo-Gibran dianggap dapat saling melengkapi dan mampu menyerap aspirasi dari berbagai kalangan.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah yakin bahwa Gibran Rakabuming Raka telah memahami aturan di PDIP setelah diangkat sebagai cawapres Prabowo Subianto. Dia menegaskan bahwa Gibran, sebagai seorang elit PDIP, wajib mematuhi keputusan Ketum Megawati Soekarnoputri.
Dave Laksono, Ketua DPP Partai Golkar, membela Gibran dan menyebutnya sebagai seorang pemuda yang berani. Menurut Dave, langkah Gibran maju dalam pilpres adalah kebutuhan bagi generasi muda untuk turut serta dalam pembangunan negara.
“Gibran adalah figur pemuda yang berani muncul dan mempertaruhkan segalanya demi menaikkan peran pemuda,” kata Dave, dilansir detikNews, Sabtu (28/10/2023).
Pada akhirnya, tindakan Gibran maju sebagai cawapres di luar keputusan partai dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap partai. PDIP ke Gibran menganggap tidak mematuhi aturan partai. Hal ini menunjukkan bahwa di atas hukum, terdapat etika politik yang harus dijunjung.